Pendahuluan
Melalui kemajuan teknologi khususnya teknoligi biologis dan kimiawi yang disebut sebagai revolusi hijau (green revolution), telah membawa perubahan besar baik di bidang pertanian maupun pada ekosistem secara keseluruhan. Kemajuan teknologi ini menyebabkan manusia mampu menghasilkan produk-produk pertanian, khususnya bahan pangan yang jauh lebih besar daripada kemampuan produksi alamiah dari alam.
Perkembangan yang bersifat trade off tersebut di satu sisi mampu meningkatkan produksi dan produktivitas sektor peternakan dalam memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat sejalan dengan meledaknya jumlah penduduk. Di sisi lain menyebabkan penurunan (worse off) kualitas lingkungan hidup. Hal ini menyebabkan sektor peternakan menjadi semakin tergantung dengan input luar yang tinggi dengan penggunaan teknologi canggih. Sistem peternakan yang semakin tergantung dengan dengan input luar yang berlebihan dan tidak seimbang, tidak hanya berdampak pada ekologi dan lingkungan, tetapi juga terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya ketergantungan pada impor peralatan, bibit serta input lainnya.
Perubahan konsep agriculture (budaya bertani) menjadi agribusines (bisnis pertanian) yang lebih berorientasi pada keuntungan (profit oriented) dengan tuntutan efisiensi yang tinggi telah memunculkan paradigma baru dalam peternakan dengan menggunakan teknologi canggih (sophisticated) yang cenderung kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Perkembangan ini telah menyebabkan ketidakseimbangan biokimia ekosistem yang terwujud dalam bentuk kemerosotan bahkan kerusakan ekosistem mulai dari skala mikro, makro, dan skala global (misalnya : global warming, ozon layer depletion, global klimat change), yang pada akhirnya dapat mengancam kesejahteraan dan keberlanjutan hidup manusia.
Meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, telah meningkatkan perhatian konsumen tentang aspek informasi nutrisi dari makanan yang akan dikonsumsi. Konsumen yang kita hadapi saat ini dan yang akan datang telah menuntut (demanding demand) kualitas bahan makanan konsumsi yang aman dan menyehatkan. Secara keseluruhan hal ini telah menyebabkan peningkatan tuntutan akan keberagaman (increased demand for variety), tuntutan akan atribut gizi yang lengkap (increased nutritional information), dan peningkatan tuntutan akan kenyamanan dalam menkonsumsi (increased demand for convenience).
Perkembangan mutahir dari preferensi konsumen yang secara konvergen telah merubah perilaku konsumen dalam mengevaluasi produk yang akan dibeli. Dewasa ini konsumen telah menuntut atribut produk yang lebi rinci dan lengkap. (1) Bahan pangan aman untuk kesehatan (food safety attributes), seperti kandungan patogen (food bone patogens), kandungan logam berat (heavy metals) dan sebagainya. (2) Bahan makanan mengandung nutrisi yang dapat mendukung kesehatan (nutritional attributes), seperti kandungan lemak (fat content), kandungan serat (fiber), kandungan mineral, asam amino dan lain sebagainya. (3) Kandungan nilai dari bahan makanan (value attributes), seperti kemurnian (purity), komposisi kimia apakah alamiah atau diperkaya (enrichment), ukuran (size), penampilan (appearance), rasa (tastes), dan aspek nilai penyajian (konventence of preparation). (4) Bagaimana pengepakan dilakukan (package attributes), apa materialnya, label dan informasi lainnya.
Dalam ligkungan dan iklim seperti ini maka yang menjadi perhatian untuk dapat memanfaatkan peluang adalah suatu industri peternakan yang efisien dan berwawasan lingkungan, yang mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Oleh karena itu pendekatan pembangunan peternakan dengan paradigma lama perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan melakukan perubahan yang sistematis dan integratif dalam paradigma pembangunan. Perubahan preferensi konsumen yang lebih menginginkan produk yang ramah lingkungan perlu diikuti perkembangannya dan diendogenuskan dalam pembangunan industri agribisnis berbasis peternakan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian kembali terhadap pemanfaatan teknologi agar tidak hanya berorientasi pada penggunaan input energi secara maksimal, tetapi perlu diarahkan pada penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Tujuan pembangunan harus tetap berjalan seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi dalam memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dan disisi lain harus memperhatikan pencapaian keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani, dan pelestarian lingkungan hidup yang memerlukan langkah terobosan di bidang penelitian.
Degradasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan Implikasinya Bagi Pembangunan Peternakan Berkelanjutan
Pembanguan ekonomi yang cepat akan menyebabkan adanya penurunan nilai (degradasi) terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Kerusakan terhadap sumber daya alam tersebut dapat berupa perusakann/penggundulan hutan (deforestation), daerah aliran sungai (watershed), kehilangan keragaman biologi (biodiversity), erosi yang berlebihan, kerusakan yang dicirikan oleh meluasnya padang alang-alang, kelebihan tangkapan ikan (overfishing), ikan mati akibat pemupukan berat dan residu pestisida dan pencemaran air oleh zat-zat kimia yang berbahaya.
Saptana et al. (1995) dalam Dewi et al. (1999) mengemukakan bahwa kerusakan sumber daya alam dan lingkungan yang disebabkan oleh :
Sistem ekonomi yang salah arus sehingga menghasilkan keragaman yang buruk (bad economy), dan keadaan ekonomi yang buruk ditimbulkan oleh kebijaksanaan pemerintah yang salah arah (goverment failure), terutama berkaitan dengan distorsi dalam ekonomi pasar. Distorsi tersebut kemudian menimbulkan terjadinya isyarat-isyarat harga pasar yang salah (false price signal) kepada produsen dan konsumen, sehingga kejadian tersebut mengarah mislokasi sumber daya yang tidak efisien berupa kemubasiran dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut.
Sumber daya alam sebagai hak milik bersama (common property resources), dimana hak pemilikannya (property right) tidak jelas yang cenderung untuk tidak dihargai sehingga cenderung terjadi eksploitasi sumber daya alam.
Paradigma pembangunan yang tidak pernah mempertimbangkan perubahan aset produktif berupa cadangan sumber daya alam yang semakin menipis (resourece stock depletion).
Untuk mempertahankan keberlanjutan aliran serta kualitas cadangan sumber daya pertanian sepanjang waktu, maka harus menerima dan melaksanakan kaidah-kaidah berikut (Saptana et al., 1995 dalam Dewi et al., 1999) :
Untuk sumber daya yang dapat pulih (renewable resource) agar diusahakan pengguanaan lebih kecil atau sama dengan daya laju pertumbuhan alamiah untuk mempermudahnya kembali.
Untuk pemakainnya sumber daya yang tidak dapat pulih (exhausthable resource) agar diusahakan optimalisasi tingkat penggunaanya, dengan syarat agar dicarikan substansinya dari sumber daya lainnya dan untuk meningkatkan efisiensi pemakainnya agar digunakan teknologi maju yang hemat energi.
Agar dapat memanfaatkan sumber daya alam secara efisien maka nilai jasa lingkungan dan cadangan sumber daya alam bersangkutan harus diperhitungkan analisis neraca ekonomisnya.
Membangun Industri Peternakan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan peternakan harus dilakukan dengan pola pembagunan berkelanjutan yang diartikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumber daya peternakan (lahan, air, dan sumber daya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu.
Pembangunan peternakan berkelanjutan yang memperhatikan aspek konservasi sumber daya alam, air dan sumber daya genetik tanaman dan hewan tersebut harus berwawasan ligkungan, artinya: tidak menimbulkan pencemaran serta degradasi dalam mutu lingkungan hidup, yakni secara teknis tepat guna, secara ekonomi layak diusahakan, secara sosial dapat diterima, secara ekologis tetap menjamin keseimbangan ekosistem lainnya. Implikasinya pembangunan peternakan berwawasan lingkungan adalah : (1) terpeliharanya kapasitas produksi sumber daya alam, (2) mengurangi dampak pencemaran dan penurunan kualitas linkungan hidup, (3) dapat menghasilkan produk primer maupun sekunder yang berkualitas dan higienis dan berdaya saing tinggi, serta (4) dapat menyediakan lapangan kerja dan pendapatan yang memadai bagi peternak.
Dilihat dari basis sumber daya yang digunakan, agribisnis peternakan sangat tergantung pada faktor ekosistem atau lingkungan. Oleh karena itu pembangunan peternakan dengan pendekatan agribnisnis dapat terus tumbuh secara berkelanjutan sesuai dengan ekosistem spesifik lokasi dimana agribisnis dikembangkan. Strategi pembangunan peternakan yang berkelanjutan pada sistem produksi dilakukan dengan pendekatan usahatani (farming system) berupa integrasi tanaman dan ternak, pendaurulang bahan organik, pengolahan lahan konservasi, pengurangan bahan input kimia (LISA = Low Input Sustainable Agriculture), pengendalian hama terpadu dan sistem produksi tanaman-ternak. Pada subsitem agroindustri dilakukan pengolahan produksi peternakan primer menjadi sekunder atau tersier serta pengolahan limbah. Beberapa keuntungan pembangunan peternakan yang berkelanjutan dengan pendekatan agribisnis antara lain :
Pengembangan agribisnis peternakan didasarkan atas sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) tidak akan pernah habis.
Kegiatan agribsinis peternakan dapat diintegrasikan dengan mudah sehingga interaksi masyarakat dengan lingkungan dapat dipertahankan.
Dapat membuka peluang kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan dengan adanya nilai tambah.
hasil produksi peternakan bersifat standar, berkualitas baik dan berdaya saing tinggi.
Membangun Agroindustri Berkelanjutan
Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian termasuk peternakan. Orientasi usahatani tidak lagi pada teknis produksi dan produktivitas saja tetapi berorientasi pada kebutuhan pasar dan preferensi konsumen. Sehingga strategi yang dikembangkan adalah peningkatan kehandalan kelembagaan sektor hilir usahatani agar mampu melaksanakan fungsi pemasaran dengan baik, karena inilah letak kelemahan peternakan dalam meraih nilai tambah yang maksimal (Adjid, 1998).
Namun fakta selama ini menunjukkan bahwa banyak ditemukannnya usaha agroindustri yang tutup karena berbagai alasan seperti kesalahan manajemen, kekurangan bahan baku, dan kurangnya konsumen yang membeli produk agroindustri. Untuk menata pembangunan agroindustri yang ada maka diperlukan visi dan misi pembangunan agroindustri yaitu agroindustri yang tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, mampu berkompetisi, mampu merespon dinamika perubahan pesaing, serta mampu meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian nasional dan akhirnya mampu ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agroindustri yang berkelanjuan adalah pembangunan agroindustri yang mendasarkan diri pada konsep berkelanjutan, dimana agroindustri yang dimaksud adalah dibangun dan dikembangkan dengan memperhatikan aspek-aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam. Semua teknologi yang digunakan serta kelembagaaan yang terlibat dalam proses penbangunan tersebut diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia masa sekarang mapun masa yang akan datang. Jadi teknologi yang digunakan sesuai dengan daya dukung sumber daya alam, tidak ada degradasi lingkungan, secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat (Soekartawi, 2000). Beberapa ciri dari agroindustri yang berkelanjutan adalah (1) Produktivitas dan keuntungan dapat dipertahankan atau ditingkatkan dalam jangka waktu yang relatif lama, sehingga mampu memenuhi kebutuhan manusia untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. (2) Sumber daya alam khususnya sumber daya peternakan yang menghasilkan bahan baku agroindustri dapat dipelihara dengan baik dan bahkan dapat ditingkatkan, karena keberlanjutan agroindustri tersebut sangat tergantung dari tersedianya bahan baku. (3) Dampak negatif dari adanya adanya pemanfaatan sumber daya alam dan adanya agorindustri dapat diminimalkan.
Agribisnis Peternakan Sebagai Strategi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Belajar dari pengalaman masa lalu, bahwa strategi, kebijakan, dan pengelolaan pembangunan yang kita tempuh, bukan hanya tidak berhasil tetapi juga mendatangkan multi krisis yaitu krisis moneter, ekonomi, pangan, dan lingkungan hidup. Oleh karena itu kita harus beralih kepada strategi industrialisasi yang lebih bersahabat dengan kepentingan ekonomi rakyat banyak dan lingkungan hidup, yakni salah satunya adalah setor agribisnis peternakan.
Untuk mewujudkan sasaran pembangunan serta merespon perkembangan globalisasi ekonomi dan tuntutan konsumen yang semakin menekankan pada aspek kontinuitas dan kualitas produk peternakan maka perlu diterapkan pendekatan konsep dan sistem agribisnis dalam membangun peternakan yang berkelanjutan. Strategi industrialisasi melalui pengembangan sektor agribisnis peternakan adalah pembangunan secara harmonis dari subsistem agribisnis yaitu : Subsitem agribisnis hulu (up-stream agribisnis) yakni kegiatan yang menyediakan sarana produksi peternakan; Subsistem usaha ternak/peternakan primer (on-farm agribusness) yakni kegiatan produksi peternakan primer; subsistem agribisnis hulu (down-stream agribusness) yakni kegiatan yang mengolah produk peternakan primer menjadi olahan beserta perdagangannya; dan subsistem jasa penunjang (supporting institution) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis (penelitian dan pengembangan, perbankan, infrastruktur fisik dan normatif, kebijakan pemerintah,dll).
Subsistem perusahaan agribisnis hulu berfungsi menghasilkan dan menyediakan sarana produksi peternakan terbaik agar mampu menghasilkan produk yang berkualitas, melakukan pelayanan yang bermutu kepada peternak, memberikan bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis, memfasilitasi proses pembelajaran atau pelatihan, menyaring dan mensintesis informasi agribisnis praktis, mengembangkan kerjasama bisnis (kemitraan) sehingga para peternak kecil yang ada pada sub sitem ini akan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan terjamin kontinuitasnya.
Subsistem perusahaan peternakan sebagai produsen pertanian berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produknya dapat dipertanggungjawabkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Mampu melakukan manjemen agribisnis secara baik agar proses produksinya menjadi efisisien sehingga mampu bersaing di pasar. Karena itu pada umumnya peternak memerlukan penyuluhan dan informasi agribisnis, teknologi dan inovasi dalam proses produksi, bimbingan teknis atau pendampingan agar dapat melakukan proses produksi secara efisien dan bernilai tambah lebih tinggi.
Subsistem perusahaan agribisnis hilir berfungsi melakukan pengolahan lanjut (baik tingkat primer, sekunder maupun tersier) untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar pemasaran hasil melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik.
Subsistem jasa penunjang (penyuluhan, penelitian, informasi, agribisnis, pengaturan, kredit modal, transportasi, dll) secara aktif ataupun pasif berfungsi menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis. Masing-masing komponen jasa penunjang tersebut mempunyai karakteristik fungsi yang berbeda, namun intinya adalah agar mereka dapat berbuat sesuatu untuk mengurangi beban dan meningkatkan kelancaran penyelenggaraan sistem agribisnis.
Untuk mempercepat pengembangan agribisnis, tidak hanya dengan mengandalkan peternak saja. Perlu diimplementasikan kemitraan usaha antara pengusaha agribisnis dengan para peternak kecil di pedesaan. Dalam hal ini usaha peternak diperbesar skala pemeliharaannya sehingga akan menjadi usaha pokok dengan efisiensi yang tinggi, sementara usaha pengadaan dan penyaluran sarana produksi, pengelolaan hasil serta pemasaran ditangani oleh para pengusaha. Dengan demikian maka peningkatan mutu produk agribisnis peternakan akan dapat ditingkatkan dan bahkan akan dapat merebut peluang pasar karena telah adanya kepastian input maupun pemasaran.
Dalam hal ini agribisnis peternakan dapat dilakukan dengan dua hal yaitu usaha secara terintegrasi vertikal dan koordinasi vertikal. Pengusahaan agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mulai dari hulu sampai ke hilir, akan dapat mengurangi tahapan-tahapan proses produksi, sehingga akan dapat mengurangi biaya transportasi dan mengurangi margin ganda yang ditimbulkan. Selain itu dengan cara ini akan dapat mempermudah penyesuaian terhadap perubahan pasar (perubahan preferensi konsumen). Namun keterbatasan lahan dan modal usaha, menyebabkan peternak sulit untuk mengembangkan skala usaha yang ekonomis. Maka dari itu alternatif lain yang perlu dikembangkan adalah sistem koordinasi vertikal. Sistem koordinasi vertikal, lebih mengarah pada padat karya karena melibatkan banyak peternak kecil, sehingga lebih cocok untuk pengembangan sistem ekonomi kerakyatan. Contohnya adalah pola kemitraan dimana antara perusahaan inti (industri pakan) dan plasma (peternak) melakukan koordinasi vertikal dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling menguatkan yang dilandasi oleh penerapan etika bisnis.
Mewujudkan Agribisnis Peternakan Sebagai Industri yang Berwawasan Lingkungan
Prinsip dasar pembangunan agribisnis yang berkelanjutan adalah pembangunan sektor agribisnis berbasis sumber daya dan ekosistem. Dalam hal ini pembangunan sektor agribisnis peternakan harus didasarkan pada potensi ekosistem setiap wilayah, sehingga melibatkan seluruh wilayah dengan segala keberagamannya (keberagaman hayati, keberagaman mikroklimat, keberagaman sosial budaya, keberagaman sumbar daya manusia dan keberagaman sumber daya alam). Untuk itu, maka agribisnis peternakan harus dilaksanakan dengan pembagunan subsistem-subsistemnya secara harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan produk peternakan yang meningkat dilakukan melalui peningkatan kapasitas ekonomi beserta teknologi pemanfaatannya. Tuntutan keberagaman konsumsi dipenuhi dengan keberagaman komoditi yang dikembangkan dan keberagaman teknologi pegolahan produk.
Bila pembangunan sektor agribisnis peternakan dijadikan sebagai strategi industrialisasi nasional, maka perkembangan kegiatan ekonomi akan menyebar dan beragam mengikuti penyebaran dan keberagaman ekosistem. Perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian, dari sudut ekonomi akan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sekaligus pemeratan. Sedangkan dari segi kepentingan pelestarian lingkungan hidup, perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian berarti menyeimbangkan tekanan penduduk tehadap ruang (kota-desa, dataran tinggi-dataran rendah, jawa-luar jawa) beserta sumber daya alam. Termasuk didalam keberagaman sektor agribisnis peternakan adalah keberagaman komoditi, sehingga keberagaman hayati (sebagai blue print) juga dapat dijamin. Pembangunan sektor agribisnis peternakan sebagai strategi industrialisasi pada dasarnya menginternalisasikan kepentingan pelestarian lingkungan hidup (ekosistem), karena pada dasarnya keberlanjutan dari sektor agribisnis peternakan akan ditentukan kelestarian ekosistem.
Penutup
Sistem pembangunan peternakan masa depan adalah sistem agribisnis peternakan yang berkelanjutan yang diindikasikan dengan peningkatan produktivitas serta pelestarian sumber daya lingkungan. Oleh karena itu Strategi pembangunan industri peternakan di Indonesia harus diarahkan pada industri peternakan berkelanjutan dengan pendekatan sistem agribisnis secara holistik yang menginternalisasi aspek pelestarian lingkungan hidup, perpaduan sentuhan teknologi dan kearifan lokal. Dengan demikian pengelolaan limbah merupakan bagian integral dalam industri peternakan dalam mengurangi efek negatif terhadap lingkungan sehingga akan menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Daftar Pustaka
Adjid, D.A. 1998. Masalah yang Perlu diatasi Dalam Pembangunan Manjemen Penyuluhan Pertanian Profesional. Ekstensia 7 (5) : 25-28
Dewi, Axford, Farez.M, Omed, 1999. Pencemaran Pada Sistem Produksi Ternak. CV. IKIP Semarang Press., Semarang.
Karwan. A., Salilan., 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
Kristianto. P, 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Saragih, 2001. Agribisnis Berbasis Peternakan. USESE Foundation dan Pusat studi Pembanguna IPB, Bogor.
Saragih, 2001. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mutu Persada Indonesia dan PT Surveiyor Indonesia bekerjasama dengan Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation., Bogor.
Soekartawi, 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Suparta N, 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. CV. Bali Medika Adhikarsa. Denpasar
Suparta N, 2005. Konsep Sistem dan Usaha Agribisnis, Diklat Kuliah Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana. Denpasar.
Menarik sekali peternakanya....!
BalasHapusSalam kenal .!